Mencari
berbagai definisi tentang ekonomi dan ekonomi pasar, sistem ekonomi pasar
diphami dalam buku “Politik Sistem Jaminan Sosial” adalah sebagai sistem
produksi dan produktivitas, pengelolaan sumber daya, serta penanggukan untung
yang mengedepankan mekanisme pasar. Penopang ekonomi pasar yang dikenal sebagai
factor-faktor produksi mencakup sumber daya manusia, sumber daya alam, tanah,
mata uang dan teknologi. Dimana dalam mekanisme pasar kita temui persinggungan
antara pasokan dan permintaan dalam proses pembentukan harga dipasaran. Kini
nyaris semua negara dunia menganut sistem ekonomi pasar, tidak terkecuali
Indonesia. Sistem ekonomi yang diminati oleh banyak negara saat ini adalah
membuka diri terhadap peluang pasar global. Ada mekanisme saling ketergantungan
yang makin diakui sebagai bagian keberhasilan suatu ekonomi.
Disatu
sisi, risiko yang menjadi bagian dari ekonomi pasar adalah dari jalan menuju
keuntungan yang lebih besar. Ketika kesempatan dibuka seluas-luasnya maka
muncul sebuah arena baru bagi suatu perekonomian. Namun di lain sisi, risiko
yang ada juga menimbulkan kerentanan baru. Misal saja bahwa kemungkinan
kesempatan yang ada, pertumbuhan yang terjadi bersifat tidak merata ke seluruh
sector atau penjuru tanah air. Sistem jaminan sosial adalah mekanisme yang
mendukung kegiatan ini, mulai dari pengurangan kerentaan, hingga distribusi
keuntungan langsung pada pihak-pihak yang terlibat didalamnya.Jaminan sosial
hadir sebagai penanggung atas kerentanan yang terjadi dengan memberikan
intensif hingga tataran individu. Selain itu jaminan sosial merupakan sistem pengumpul
dana public yang optimal serta distribusi dana public yang sangat menarik
secara politik.
Dalam
pelaksanaan reformasi sistem jaminan sosial memang tidak lepas dari adanya
kontroversi, apalagi jika bertujuan meningkatkan cakupan kepersertaan menjadi
universal. Biasanya akan memunculkan pengelompokan kepentingan berdasarkan cara
pandang mereka terhadap risiko tang harus mereka tanggung. Sampai saat ini tak
dapat dipungkiri bahwa arah perekonomian Indonesia cenderung berupaya untuk
makin merapat dan menyatu dengan perekonomian global. Kritik muncul dari
berbagai pohak terkait dengan keraguan akan realisasi janji-janji pemerintah.
Memang untuk saat ini model ekonomi pasar terbuka menopang pada kapitalis yang
didorong dengan tingkat kosumsi masyarakat.
Ada sejumlah
pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman 12 tahun menjalankan reformasi sistem
jaminan sosial di Indonesia. Reformasi jaminan sosial yang menuntut
kepemimpinan dari kepala negara yang semakin bias posisi kepala negara, semakin
luas dan tidak realistis pula polemic yang muncul. Hal ini akan memunculkan
kebingungan dan risiko status quo yang tinggi. Sering kali kita hanya
membicarakan jaminan sosial secara abstrak dan kebijakan yang dipolemikkan,
bahkan diperparah dengan penguluran waktu yang Panjang. Perkembangan global
menunjukkan bahwa ekonomi pasar tidak pernah bisa menafikan sistem perlindungan
sosial bagi warga negara, apalagi dengan aura ketidakpastian akan kemunculan
krisis yang bertubi-tubi terjadi diberbagai negara. Kelalaian dan
ketidakseriusan suatu pihak dalam melakukan antisipasi kerisis dapat menyulut
krisis yang lebih serius secara sambung menyambung bahkan menumbangkan
kepercayaan pada pemerintah dan merembet dari satu negara ke negara lain.
sistem
jaminan sosial perlu diterima sebagai komponen penting sistem ekonomi pasar
yang berpotensi mendukung daya saing dan ketahanan dalam kondisi ekonomi yang
tidak mennetu dan rawan krisis. Sistem ini menopang banyak stakeholder baik
kebutuhan individu atau suatu kelompok. Mekanisme pengumpulan dana public
berupa investasi yang strategis merupakan pendorong individu yang akan
memperbesar tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lain itu jaminan sosial
akan mengarahkan bagi hubungan industrial yang lebih tenang. Suatu inisiatif
reformasi sistem jaminan sosial juga akan lebih mudah bergulir bila sudah
muncul kesadaran diantara masyarakat mengenai perlunya diterapkan suatu model
yang tepat sebuah sistem jaminan sosial. Perlunya pemahaman agak tidak terjadi
misunderstanding, agar semua mendapatkan manfaatnya. Hal ininjuga menghindarkan
dari kelompok-kelompok yang berkepentingan yang kemudian dapat membelokkan arah
diskusi pada hal-hal yang membuat public terfokus pada rasa khawatir bahwa sistem
yang baru memberikan risiko tambahan yang tidak perlu.
Perlu
kita sadari bahwasannya sistem ini perlu adanya perbaikan dan pengembangan yang
optimal dan tidak hanya berhenti pada tataran pembicaraan yang abstrak. Seperti
yang kita ketahui bahwa sistem jaminan sosial menyangkut dana public yang
jumlahnya besar. Siapapun yang punya akses pada dana tersebut, apalagi bila sistem
akuntabilitas dan penegakan hukumnya belum terjamin, akan punya kekuatan
politis yang sangat besar. Sistem boleh saja bobrok akibat kelemahan sistem
akuntabilitas dan penegakan hokum yang belum terjamin, akan tetapi pelakunya
dengan mudah melanggengkan sistem itu. Peluang pembiaran kebobrokan inilah yang
mengunci kebuntuan negosiasi dalam reformasi sistem jaminan sosial. Karena sistem
jaminan sosial selalu menyangkut keterlibatan elit politik, khususnya ditataran
eksekutif, kebuntuan yang disebabkan oleh kebobrokan du bidang akuntabilitas
dan penegakan akan berpengaruh pada aspek-aspek lainnya. Jika pemerintah sama
sekali tidak mau ambil bagian dalam menjamin output dari iuran tersebut dan
tidak mau ikut mengiur atau menaruh uang dalam sistem yang berjalan, akan sulit
meyakinkan public bahwa sistem yang ditawarkan akan memberikan kebermanfaatan
bagi mereka.
Analisis
Sistem ekonomi pasar
tidak bisa hidup apalagi berkembang tanpa sistem jaminan sosial yang memadai.
Sistem jaminan sosiallah yang menghidupi para pelaku usaha (pekerja dan pemilik
usaha). Di negara manapun, pertumbuhan ekonomi akan rapuh bila tidak ditopang
oleh sistem jaminan sosial. Sistem jaminan sosial yang menciptakan rasa aman
mesti ada dalam sistem ekonomi pasar. Sistem ekonomi hadir haruslah dengan
keberimbangan ekonomi yang berkeadilan. Jaminan sosial adalah suatu bentuk
perlindungan sosial untung menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Risiko hidup yang bersifat manusiawi tidak bisa
ditanggung sendiri oleh individu. Karena itu dibutuhkan sistem jaminan sosial
sebagai bentuk perlindungan negara terhadap rakyatnya. Jaminan sosial dapat
mengurangi risiko terburuk dari adanya sistem ekonomi yang mulai mengglobal. Kebersamaan
juga dapat menopang perekonomian. Perlindungan
sosial merupakan suatu tindakan kolektif untuk mengatasi situasi kerentanan
yang dihadapi oleh suatu masyarakat. Tindakan ini didasari oleh kenyataan bahwa
manusia menghadapi resiko, ancaman atau kerentanan dalam kehidupannya, baik itu
diakibatkan oleh faktor alam melalui perubahan lingkungan atau akibat relasi
sosial. Dalam konteks kehidupan bernegara, perlindungan terhadap kerentanan ini
perlu dipenuhi oleh negara yang mengatur kesejahteraan umum warganya. Republic ini harus mampu memajukan
kesejahteraan umum. Sistem jaminan sosial dibagun untuk memastikan bahwa hal
tersebut dapat dirasakan bagi setiap warga negaranya. Pengelolaan sistem
jaminan yang mutakhir dengan pemerataan keseluruh lapisan masyarakat serta
terdistribusi dengan baik dibanyak wilayah dirasa perlu lebih ditingkatkan.
Jaminan sosial memang
sangat politis. Pergelutannya di Indonesia sangat luar biasa. Transformasi jaminan sosial penyelenggaraan
pemerintah dari yang profit oriented sejak tahun 1981 ke basis
bukan profit dinilai suatu keharusan. Rakyat kebanyakan tak menuntut macam-macam. Karena
merupakan sistem pengumpul dana publik dan dukungan politik yang dahsyat,
reformasinya penuh dengan benturan kepentingan dan intrik politik. Rakyat
sendiri sesungguhnya tidak banyak menuntut dengan sistem yang ada. Mereka ingin
memiliki rasa aman, dalam kehidupan keseharian maupun masa depan. Selain menjaga risiko hidup,sistem
jaminan sosial juga dapat mendorong investasi pada keterampilan yang lebih baik
karena daya beli ditunjang oleh kemampuan memenuhi kebutuhan manusiawi.
Saat ini adalah momentum tepat untuk menciptakan sistem
jaminan sosial. Hal ini ditopang dengan semakin melejitnya sistem ekonomi yang
lebih bervariasi dan menginvansi diberbagai daerah. Saat ini sudah ada UU
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menjamin standar segala manfaat
serta pelayanan jaminan sosial. Di samping itu, sudah ada pula UU Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengarahkan transformasi badan hukum
penyelenggara jaminan sosial..Namun, kedua UU tersebut dinilai masih membutuhkan
regulasi turunan yang lebih teknis sehingga pihak pelaksana punya landasan
hukum kebijakan dan alat untuk memberi pelayanan optimal. berharap,
Pemerintah
selaku aktor penting dalam pelaksanaan perumusan kebijakan jaminan sosial,
lanjutnya, sebaiknya memiliki perspektif yang mengedepankan hak warga negara.
Bahkan, UU jaminan sosial pun dinilai dualisme karena tak memberi kepastian
apakah sebagai jaminan sosial yang atau sebagai komoditas dagang. Jika konsep
yang dibangun Pemerintah adalah jaminan sosial yang bersifat sosial, maka sudah
seharusnya pemerintah mengambil peran lebih.
Berpendapat aturan yang bertingkat-tingkat dan tak ada
kepastian besaran iuran dalam aturan turunan UU membuktikan pemerintah
menggunaan konsep pasar, bukan jaminan sosial. Aturan turunan yang terlalu
banyak namun tak memberikan kepastian dan bahkan memberikan pendelegasian
penetapan iuran dalam aturan kepada aturan di bawahnya membuktikan seolah-olah
ada tawar-menawar.
Dari data Human Development Report yang
dilansir UNDP pada tahun 2014 menempatkan Indonesia pada peringkat 110 dari 188
negara dengan skor 0,684 berdasarkan Human Development Index (HDI)/Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). HDI memotret bagaimana negara memperhatikan warga
negara berdasarkan layanan pendidikan, kesehatan, dimensi pendapatan,
kemiskinan dan pekerjaan. Posisi yang disandang Indonesia sejak tahun 2012
tersebut menempatkan Indonesia pada kelompok menengah dan masih di bawah
rata-rata dunia yang sebesar 0,711. Peringkat Indonesia masih berada di bawah
empat negara di wilayah ASEAN, yakni Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Posisi
Indonesia tersebut dapat menggambarkan bagaimana pemerintah merumuskan sebuah
kebijakan perlindungan sosial bagi warga negaranya. Dilihat dari bentuknya yang
ada selama ini, kebijakan perlindungan sosial cenderung elitis karena
dirumuskan berdasarkan kepentingan ‘atas’ (elit negara). Hal ini disebabkan karena konteks perlindungan
sosial di Indonesia digunakan untuk meredam gejolak sosial yang merupakan
dampak dari pembangunan kapitalisme. Konsekuensi yang muncul adalah bentuk perlindungan sosial cenderung
minimalis dan tidak mampu melindungi rakyat dari tekanan ekonomi yang ada
Berbagai persoalan yang
menyebabkan munculnya model perlindungan sosial yang elitis ini adalah
minimnya, jika bukan tidak ada, ruang partisipasi rakyat secara substantif.
Ruang partisipasi di sini didefinisikan pada keterlibatan rakyat baik dalam
proses perencanaan, penganggaran dan pengawasan program perlindungan sosial.
Melalui keterlibatan atau partisipasi ini, maka rakyat dapat memastikan ke mana
arah keberpihakan program perlindungan sosial.Dalam perspektif perlindungan
sosial yang lebih luas, disebabkan oleh akses partisipasi rakyat yang terbatas,
maka perlindungan sosial di Indonesia cenderung terjebak pada bentuk Jaring
Pengaman Sosial saja.
Daftar Pustaka
Wisnu, Dinna. 2012. Politik Sistem Jaminan
Sosial. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Mugasejati, Nanang Pamuji. 2008. Kebijakan
Sosial Kesejahteraan. Yogyakarta : FISIPOL UGM
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt519abc859ef5a/sejumlah-tokoh-kritik-konsep-jaminan-sosial diakses pada 28 Maret 2018 pada pukul 11.55
https://www.futuready.com/artikel/asuransi/mengenal-jaminan-sosial-di-indonesia/ diakses pada 28 Maret 2018 pada pukul 11.55
Komentar
Posting Komentar