Review Buku "Politik Sistem Jaminan Sosial" Karya Dinna Wisnu Ph.D


 

Mencari berbagai definisi tentang ekonomi dan ekonomi pasar, sistem ekonomi pasar diphami dalam buku “Politik Sistem Jaminan Sosial” adalah sebagai sistem produksi dan produktivitas, pengelolaan sumber daya, serta penanggukan untung yang mengedepankan mekanisme pasar. Penopang ekonomi pasar yang dikenal sebagai factor-faktor produksi mencakup sumber daya manusia, sumber daya alam, tanah, mata uang dan teknologi. Dimana dalam mekanisme pasar kita temui persinggungan antara pasokan dan permintaan dalam proses pembentukan harga dipasaran. Kini nyaris semua negara dunia menganut sistem ekonomi pasar, tidak terkecuali Indonesia. Sistem ekonomi yang diminati oleh banyak negara saat ini adalah membuka diri terhadap peluang pasar global. Ada mekanisme saling ketergantungan yang makin diakui sebagai bagian keberhasilan suatu ekonomi.

            Disatu sisi, risiko yang menjadi bagian dari ekonomi pasar adalah dari jalan menuju keuntungan yang lebih besar. Ketika kesempatan dibuka seluas-luasnya maka muncul sebuah arena baru bagi suatu perekonomian. Namun di lain sisi, risiko yang ada juga menimbulkan kerentanan baru. Misal saja bahwa kemungkinan kesempatan yang ada, pertumbuhan yang terjadi bersifat tidak merata ke seluruh sector atau penjuru tanah air. Sistem jaminan sosial adalah mekanisme yang mendukung kegiatan ini, mulai dari pengurangan kerentaan, hingga distribusi keuntungan langsung pada pihak-pihak yang terlibat didalamnya.Jaminan sosial hadir sebagai penanggung atas kerentanan yang terjadi dengan memberikan intensif hingga tataran individu. Selain itu jaminan sosial merupakan sistem pengumpul dana public yang optimal serta distribusi dana public yang sangat menarik secara politik.

Dalam pelaksanaan reformasi sistem jaminan sosial memang tidak lepas dari adanya kontroversi, apalagi jika bertujuan meningkatkan cakupan kepersertaan menjadi universal. Biasanya akan memunculkan pengelompokan kepentingan berdasarkan cara pandang mereka terhadap risiko tang harus mereka tanggung. Sampai saat ini tak dapat dipungkiri bahwa arah perekonomian Indonesia cenderung berupaya untuk makin merapat dan menyatu dengan perekonomian global. Kritik muncul dari berbagai pohak terkait dengan keraguan akan realisasi janji-janji pemerintah. Memang untuk saat ini model ekonomi pasar terbuka menopang pada kapitalis yang didorong dengan tingkat kosumsi masyarakat.

Ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman 12 tahun menjalankan reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia. Reformasi jaminan sosial yang menuntut kepemimpinan dari kepala negara yang semakin bias posisi kepala negara, semakin luas dan tidak realistis pula polemic yang muncul. Hal ini akan memunculkan kebingungan dan risiko status quo yang tinggi. Sering kali kita hanya membicarakan jaminan sosial secara abstrak dan kebijakan yang dipolemikkan, bahkan diperparah dengan penguluran waktu yang Panjang. Perkembangan global menunjukkan bahwa ekonomi pasar tidak pernah bisa menafikan sistem perlindungan sosial bagi warga negara, apalagi dengan aura ketidakpastian akan kemunculan krisis yang bertubi-tubi terjadi diberbagai negara. Kelalaian dan ketidakseriusan suatu pihak dalam melakukan antisipasi kerisis dapat menyulut krisis yang lebih serius secara sambung menyambung bahkan menumbangkan kepercayaan pada pemerintah dan merembet dari satu negara ke negara lain.

            sistem jaminan sosial perlu diterima sebagai komponen penting sistem ekonomi pasar yang berpotensi mendukung daya saing dan ketahanan dalam kondisi ekonomi yang tidak mennetu dan rawan krisis. Sistem ini menopang banyak stakeholder baik kebutuhan individu atau suatu kelompok. Mekanisme pengumpulan dana public berupa investasi yang strategis merupakan pendorong individu yang akan memperbesar tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lain itu jaminan sosial akan mengarahkan bagi hubungan industrial yang lebih tenang. Suatu inisiatif reformasi sistem jaminan sosial juga akan lebih mudah bergulir bila sudah muncul kesadaran diantara masyarakat mengenai perlunya diterapkan suatu model yang tepat sebuah sistem jaminan sosial. Perlunya pemahaman agak tidak terjadi misunderstanding, agar semua mendapatkan manfaatnya. Hal ininjuga menghindarkan dari kelompok-kelompok yang berkepentingan yang kemudian dapat membelokkan arah diskusi pada hal-hal yang membuat public terfokus pada rasa khawatir bahwa sistem yang baru memberikan risiko tambahan yang tidak perlu.

            Perlu kita sadari bahwasannya sistem ini perlu adanya perbaikan dan pengembangan yang optimal dan tidak hanya berhenti pada tataran pembicaraan yang abstrak. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem jaminan sosial menyangkut dana public yang jumlahnya besar. Siapapun yang punya akses pada dana tersebut, apalagi bila sistem akuntabilitas dan penegakan hukumnya belum terjamin, akan punya kekuatan politis yang sangat besar. Sistem boleh saja bobrok akibat kelemahan sistem akuntabilitas dan penegakan hokum yang belum terjamin, akan tetapi pelakunya dengan mudah melanggengkan sistem itu. Peluang pembiaran kebobrokan inilah yang mengunci kebuntuan negosiasi dalam reformasi sistem jaminan sosial. Karena sistem jaminan sosial selalu menyangkut keterlibatan elit politik, khususnya ditataran eksekutif, kebuntuan yang disebabkan oleh kebobrokan du bidang akuntabilitas dan penegakan akan berpengaruh pada aspek-aspek lainnya. Jika pemerintah sama sekali tidak mau ambil bagian dalam menjamin output dari iuran tersebut dan tidak mau ikut mengiur atau menaruh uang dalam sistem yang berjalan, akan sulit meyakinkan public bahwa sistem yang ditawarkan akan memberikan kebermanfaatan bagi mereka.

 

 

Analisis

 

 

Sistem ekonomi pasar tidak bisa hidup apalagi berkembang tanpa sistem jaminan sosial yang memadai. Sistem jaminan sosiallah yang menghidupi para pelaku usaha (pekerja dan pemilik usaha). Di negara manapun, pertumbuhan ekonomi akan rapuh bila tidak ditopang oleh sistem jaminan sosial. Sistem jaminan sosial yang menciptakan rasa aman mesti ada dalam sistem ekonomi pasar. Sistem ekonomi hadir haruslah dengan keberimbangan ekonomi yang berkeadilan. Jaminan sosial adalah suatu bentuk perlindungan sosial untung menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Risiko hidup yang bersifat manusiawi tidak bisa ditanggung sendiri oleh individu. Karena itu dibutuhkan sistem jaminan sosial sebagai bentuk perlindungan negara terhadap rakyatnya. Jaminan sosial dapat mengurangi risiko terburuk dari adanya sistem ekonomi yang mulai mengglobal. Kebersamaan juga dapat menopang perekonomian. Perlindungan sosial merupakan suatu tindakan kolektif untuk mengatasi situasi kerentanan yang dihadapi oleh suatu masyarakat. Tindakan ini didasari oleh kenyataan bahwa manusia menghadapi resiko, ancaman atau kerentanan dalam kehidupannya, baik itu diakibatkan oleh faktor alam melalui perubahan lingkungan atau akibat relasi sosial. Dalam konteks kehidupan bernegara, perlindungan terhadap kerentanan ini perlu dipenuhi oleh negara yang mengatur kesejahteraan umum warganya.  Republic ini harus mampu memajukan kesejahteraan umum. Sistem jaminan sosial dibagun untuk memastikan bahwa hal tersebut dapat dirasakan bagi setiap warga negaranya. Pengelolaan sistem jaminan yang mutakhir dengan pemerataan keseluruh lapisan masyarakat serta terdistribusi dengan baik dibanyak wilayah dirasa perlu lebih ditingkatkan.

 

Jaminan sosial memang sangat politis. Pergelutannya di Indonesia sangat luar biasa. Transformasi jaminan sosial penyelenggaraan pemerintah dari yang profit oriented sejak tahun 1981 ke basis bukan profit dinilai suatu keharusan. Rakyat kebanyakan tak menuntut macam-macam. Karena merupakan sistem pengumpul dana publik dan dukungan politik yang dahsyat, reformasinya penuh dengan benturan kepentingan dan intrik politik. Rakyat sendiri sesungguhnya tidak banyak menuntut dengan sistem yang ada. Mereka ingin memiliki rasa aman, dalam kehidupan keseharian maupun masa depan. Selain menjaga risiko hidup,sistem jaminan sosial juga dapat mendorong investasi pada keterampilan yang lebih baik karena daya beli ditunjang oleh kemampuan memenuhi kebutuhan manusiawi.

Saat ini adalah momentum tepat untuk menciptakan sistem jaminan sosial. Hal ini ditopang dengan semakin melejitnya sistem ekonomi yang lebih bervariasi dan menginvansi diberbagai daerah. Saat ini sudah ada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menjamin standar segala manfaat serta pelayanan jaminan sosial. Di samping itu, sudah ada pula UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengarahkan transformasi badan hukum penyelenggara jaminan sosial..Namun, kedua UU tersebut dinilai masih membutuhkan regulasi turunan yang lebih teknis sehingga pihak pelaksana punya landasan hukum kebijakan dan alat untuk memberi pelayanan optimal. berharap,

 

Pemerintah selaku aktor penting dalam pelaksanaan perumusan kebijakan jaminan sosial, lanjutnya, sebaiknya memiliki perspektif yang mengedepankan hak warga negara. Bahkan, UU jaminan sosial pun dinilai dualisme karena tak memberi kepastian apakah sebagai jaminan sosial yang atau sebagai komoditas dagang. Jika konsep yang dibangun Pemerintah adalah jaminan sosial yang bersifat sosial, maka sudah seharusnya pemerintah mengambil peran lebih.

 Berpendapat aturan yang bertingkat-tingkat dan tak ada kepastian besaran iuran dalam aturan turunan UU membuktikan pemerintah menggunaan konsep pasar, bukan jaminan sosial. Aturan turunan yang terlalu banyak namun tak memberikan kepastian dan bahkan memberikan pendelegasian penetapan iuran dalam aturan kepada aturan di bawahnya membuktikan seolah-olah ada tawar-menawar.

Dari data Human Development Report yang dilansir UNDP pada tahun 2014 menempatkan Indonesia pada peringkat 110 dari 188 negara dengan skor 0,684 berdasarkan Human Development Index (HDI)/Indeks Pembangunan Manusia (IPM). HDI memotret bagaimana negara memperhatikan warga negara berdasarkan layanan pendidikan, kesehatan, dimensi pendapatan, kemiskinan dan pekerjaan. Posisi yang disandang Indonesia sejak tahun 2012 tersebut menempatkan Indonesia pada kelompok menengah dan masih di bawah rata-rata dunia yang sebesar 0,711. Peringkat Indonesia masih berada di bawah empat negara di wilayah ASEAN, yakni Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Posisi Indonesia tersebut dapat menggambarkan bagaimana pemerintah merumuskan sebuah kebijakan perlindungan sosial bagi warga negaranya. Dilihat dari bentuknya yang ada selama ini, kebijakan perlindungan sosial cenderung elitis karena dirumuskan berdasarkan kepentingan ‘atas’ (elit negara). Hal  ini disebabkan karena konteks perlindungan sosial di Indonesia digunakan untuk meredam gejolak sosial yang merupakan dampak dari pembangunan kapitalisme. Konsekuensi yang muncul adalah bentuk perlindungan sosial cenderung minimalis dan tidak mampu melindungi rakyat dari tekanan ekonomi yang ada

Berbagai persoalan yang menyebabkan munculnya model perlindungan sosial yang elitis ini adalah minimnya, jika bukan tidak ada, ruang partisipasi rakyat secara substantif. Ruang partisipasi di sini didefinisikan pada keterlibatan rakyat baik dalam proses perencanaan, penganggaran dan pengawasan program perlindungan sosial. Melalui keterlibatan atau partisipasi ini, maka rakyat dapat memastikan ke mana arah keberpihakan program perlindungan sosial.Dalam perspektif perlindungan sosial yang lebih luas, disebabkan oleh akses partisipasi rakyat yang terbatas, maka perlindungan sosial di Indonesia cenderung terjebak pada bentuk Jaring Pengaman Sosial saja.

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Wisnu, Dinna. 2012. Politik Sistem Jaminan Sosial. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Mugasejati, Nanang Pamuji. 2008. Kebijakan Sosial Kesejahteraan. Yogyakarta : FISIPOL UGM

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt519abc859ef5a/sejumlah-tokoh-kritik-konsep-jaminan-sosial diakses pada 28 Maret 2018 pada pukul 11.55

https://www.futuready.com/artikel/asuransi/mengenal-jaminan-sosial-di-indonesia/ diakses pada 28 Maret 2018 pada pukul 11.55

 


Komentar