Pemuda menempati posisi yang krusial
sekaligus dilematis dalam keberlanjutan suatu bangsa. Pemuda menjadi subjek
yang relatif termarginalkan sebagai dampak dari infiltrasi neoliberalisme. Dalam
kajian kepemudaan terdapat dikotomi bahwa perspektif transisi dan perspektif
budaya, dimana keduanya sesungguhnya saling berasosiasi.
Kelas sosial dan kesenjangan sosial
merupakan konsep yang perlu dikembangkan lebih lanjut dalam agenda teoritis
kajian kepemudaan di Indonesia. Salah satu kajian yang menjadi urgensi adalah
transisi pemuda di ranah pendidikan dan dunia pekerjaan Pendidikan seharusnya
merupakan hak publik namun bergeser menjadi komoditas, diskriminasi berdasarkan
kelas sosial menjadi lebih eksplisit karena logikanya sekarang pendidikan hanya
diperuntukkan bagi kaum muda dari keluarga yang berduit. Padahal logikanya pendidikan
seharusnya menjadi salah satu manifestasi akumulasi cultural capital, baik untuk mempertahankan maupun menaikkan suatu
status sosial individu.
Ilmu pengetahuan Indonesia cenderung masih mengadopsi dari
kawasan metropole sedangkan
mengkonstruksi wilayah phery-phery
sebagai kawasan pekerja dan uji coba sebagai objek suatu project tertentu.
Tanpa kesadaran kritis kita masih setia sebagai pengimpor dan konsumen dengan
watak omnivora terhadap berbagai trend teori baru dari metropole. Konteks perubahan sosial sekarang ini, isu akses
pekerjaan menjadi semakin krusial. Sekiranya pemerintah benar-benar harus
serius dalam menangani hal ini terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan
bagi para pemuda yang sedang dalam proses transisi. Pemerintah harusnya dapat
ikut andil dalam mengapresiasi atau bahkan merealisasikan berbagai
inovasi-inovasi dari semangat pemuda Indonesia yang semakin kreatif. Pemerintah
jangan hanya terpaku berpikir praktis yang sekedar mempersiapkan para lulusan
pendidikan untuk menjadi pekerja saja, urgensi saat ini adalah bagaimana
Indonesia membutuhkan para pemuda yang mampu menjadi agent of change, menjadi pempimpin dan pemikir yang kritis serta
peka terhadap situasi kondisi lingkungan, bangsa dan Negara.
Dalam kajian studi kepemudaan, sudah
seharusnya pemuda tidak hanya menjadi objek dari penelitian tersebut, pemuda
juga harus andil menjadi subjek perubahan tersebut. Terkait dengan ruang
(space), perlu dikembangkan riset mengenai pemuda pedesaan, pemuda pesisir
serta pemuda perbatasan, tidak hanya berfokus pada kawasan perkotaan atau
pembandingan desa kota semata.
Upaya percepatan pencapaian target millennium development goals dalam bidang pendidikan seharusnya
dimulai dari penumbuhan kesadaran masyarakat, ada database yang up to date,
pembangunan di prioritaskan di wilayah terpencil, renovasi dan perbaikan
fasilitas sekolah, peningkatan mutu guru dan kurikulum. Kajian kepemudaan ini
harusnya tidak hanya berhenti pada ranah kritik saja, namun juga dapat
direalisasikan dan menciptakan pemuda yang disebut the emergence of southern thinkers.
Referensi
:
Nainggolan,
Poltak Partogi dkk. 2014. Millennium
Development Goals Agenda Pembangunan Pasca-2015 dan Peran Parlemen. Badan
Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI. 2014
Komentar
Posting Komentar