Kerentanan Teknologi : Metadata dan Ranah Privat Masyarakat Sipil Amerika dalam Kasus Edward Snowden

Latar Belakang

 

Saat ini, kita hidup di era  yang disebut revolusi industri 4.0. Era yang diwarnai oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence), super komputer, rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis, inovasi, dan perubahan yang terjadi dalam kecepatan eksponensial yang akan mengakibatkan dampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan, politik, bahkan membuka perdebatan atas definisi manusia itu sendiri. Era yang menegaskan dunia sebagai kampung global. Kini,  banjir informasi yang telah diprediksi  menemukan bentuknya (Alvin Toffler, Future Shock (1970)). Karena kecanggihan teknologi, setiap orang kini bisa berpartisipasi dalam perdebatan apa itu disruption, menjadi venture capitalist, dan menyempitnya ruang privat dan ruang publik

Seiring dengan kemajuan teknologi fiber-optik, prosesor, pita lebar, maupun gawai/perangkat, booming internet menuju puncak. Bahkan dimana puncak tertingginya belum bisa diperkirakan.  Berdasarkan publikasi yang diterbitkan oleh International Telecommunications Union (ITU) pada tahun 2013 saja, dari 7,1 miliar penduduk dunia sebanyak 39 persen (sekitar 2,8 miliar) menggunakan internet. Kelebihan internet yang mampu menyebar luas tanpa batasan, menjadikannya sangat mudah diakses oleh siapapun.

Internet terus berkembang, membawa banyak perkembangan. Internet yang awalnya hanya ditujukan sebagai media jaringan yang dapat menghubungkan para peneliti dengan berbagai sumber daya jauh seperti sistem komputer dan pangkalan data yang besar dalam departemen pertahanan Amerika Serikat (Lequey dalam Ardianto, dkk. 2007:142) kini berkembang menjadi sebuah jaringan yang mendunia. Menurut Lequey, Internet merupakan jaringan longgar dari ribuan komputer yang menjangkau jutaan orang di seluruh dunia (Ardianto, 2007: 141). Melalui media Internet penyebaran informasi dapat dilakukan secara lebih massive dan lebih ekonomis. Sehingga media Internet sebagai media komunikasi baru semakin diminati oleh masyarakat di seluruh dunia, hal ini disebabkan oleh kemudahan dan kecepatan (dapat menembus batas ruang dan waktu) yang diberikan oleh media Internet serta berbagai fasilitas yang diberikan oleh Internet.

Dunia maya tidak lepas dari adanya tindak kriminal yang disebut sebagai Cybecrime, cybercrime  adalah kegiatan komunikasi melalui komputer yang ilegal atau kegiatan yang mengandung hal-hal haram/terlarang dan dapat mempengaruhi jaringan elektronik dunia. Jejaring sosial menjadi sasaran empuk para pelaku kejahatan. Internet yang di dalamnya berisi beberapa data-data perorangan penggunanya seperti nama lengkap, alamat rumah/lokasi, alamat e-mail, nomor telepon, foto, video bahkan gambaran pribadi tentang penggunanya cukup digunakan sebagai modal oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan tindakan criminal.

Salah satu kejadian mencengangkan yang menyentuh ranah privat masyarakat sipil Amerika adalah pengakuan dari salah satu mantan pekerja National Security Agency (NSA) dan Central Intelligence Agency. Ia adalah Edward Snowden yang membeberkan berbagai informasi rahasia (NSA) di tahun 2013. Beberapa pengakuannya adalah fakta bahwa AS memantau  warganya hingga negara lain melalui media seperti telepon, internet, hingga sosial media. sebelum ia membocorkan informasi program mata-mata rahasia NSA seperti PRISM dan perintah FISA kepada Pers, The Guardian dan The Washington Post pada bulan Juni 2013 lalu. Menurutnya program tersebut sebagai tindakan berlebihan dari pemerintah untuk memantau aktivitas warga Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat memanfaatkan data pribadi jutaan warga dan penduduk negara lain, demi keuntungan negara adikuasa itu. Tujuan mengakses metadata itu bukan hanya demi melindungi warga dan mengantisipasi serangan teroris pasca serangan 9 September, melainkan juga motif ekonomi dan kekuasaan.

 

Pembahasan

Teknologi dalam Kostelasi Masyarakat Modern

            Seiring kemajuan teknologi yang sangat pesat, khususnya di bidang teknologi informasi, seperti internet of things, smart city, big data, dan artificial intelligence tidak saja merubah gaya hidup manusia dari generasi ke generasi, namun cara pandang dan cara berpikir, bahkan akselerasi neuron otak dalam merespon setiap perubahan dan kemajuan teknologi informasi tersebut, Perkembangan teknologi yang semakin pesat mempengaruhi gaya hidup yang semakin mencolok.dikarenakan perkembangan teknologi mempengaruhi model berkomunikasi massa untuk melakukan kegiatan hidup harian mungkin. Internet telah menjadi sesuatu yang umum bagi banyak orang. Perkembangan teknologi seperti internet memberikan dampak yang positif dan sekaligus negative. betapa internet mampu menghipnotis penggunanya untuk bisa menggunakannya setiap saat bahkan menjadi pilihan utama untuk kepentingan kebutuhannya. Kehadiran Internet telah menjadi candu bagi keberlangsungan hidup manusia saat ini.

            Dewasa ini teknologi semakin menunjukkan diri sebagai salah satu alat untuk berkembang dan meningkatkan mobilitas di berbagai bidang. Dengan teknologi saat ini yang semakin canggih telah menciptakan ruang publik baru yang tidak terbatas apapun. Kemajuan teknologi memang akan memudahkan urusan manusia, tapi lama-kelamaan akan menjadi ketergantungan. Para generasi digital hidup dalam paradigma ‘jauh tapi dekat, dekat tapi jauh’. Dengan teknologi itu, jarak sudah mati karena semua orang terhubung seketika. Dalam birokrasi misalnya, dalam akses data masyarakat sipil sekarang sudah digitalisasi, dimana tidak perlu berkutat dengan tulisan tangan  yang akan menghabiskan bertumpuk-tumpuk kertas. Dengan akses internet dalam sebuah chip dengan kapasitas yang banyak mampu menjadikan segalanya menjadi efisien.

 

Menyingkap Kepentingan dalam Perkembangan Teknologi

            Perkembangan teknologi yang semakin massif dimaknai sebagai bagian kemajuan dunia dan modernisasi (Nasution, 2017: 31). Seiring kompleksnya kebutuhan dan permasalahan dalam masyarakat saat ini, berbagai jenis kejahatan digital telah banyak mengintai kehidupan kita. Ranah privat dan publik saat ini perlaha telah menjadi bias. Salah satunya adalah fenomena mengenai peretasan data masyarakat sipil oleh pemerintah Amerika. Pembeberan fakta ini dilakukan oleh seorang mantan pekerja CIA dan NSA. Ia adalah Edward Snowden merupakan seorang analis information and technology National Security Agency (NSA) dan ahli computer di Central Intelligence Agency (CIA) yang kemudian menjadi seorang whistleblower. Ia membeberkan berbagai informasi rahasia pemerintah Amerika di tahun 2013.

 Edward Snowden menjadi sosok yang paling 'menakutkan' bagi pemerintah Amerika Serikat (AS), khususnya badan intelijen National Security Agency (NSA).  Ya, Snowden yang awalnya merupakan salah seorang agen NSA, berbalik arah mengkhianati instansinya --dan mungkin negaranya-- dengan membocorkan berbagai dokumen rahasia milik NSA kepada publik. Dan hasilnya berbagai operasi 'kotor' yang dilakukan NSA menyangkut pelanggaran data privasi pengguna internet dan telekomunikasi dunia pun terungkap. 

Dokumen rahasia Snowden mengungkapkan bahwa NSA mengantongi izin dari pengadilan AS yang memperbolehkan mereka untuk menyadap perbincangan telepon seluruh warga AS tanpa kecuali. Verizon, selaku salah satu operator seluler terbesar di AS diketahui sebagai pihak yang menyediakan jaringan penyadapan ini. Namun seiring perkembangan waktu, ternyata bukan hanya Verizon, hampir seluruh operator seluler AS 'dipaksa' bekerjasama dengan NSA.

 Selain menyadap perbincangan telepon, NSA pun diketahui melancarkan operasi rahasia berkode sandi 'PRISM'. PRISM adalah program pemerintah AS yang mengizinkan NSA untuk menyadap dan mengakses server sejumlah perusahaan teknologi besar di AS, termasuk Google, Facebook, Microsoft, Apple, dan masih banyak lagi. Tak hanya mengungkap 'borok' NSA, Snowden juga membeberkan aksi tercela dari badan intelijen Inggris, Government Communications Headquarters (GCHQ). Menurut dokumen yang dibocorkan Snowden, GCHQ juga menjalankan operasi penyadapan seperti NSA. Mereka bahkan disebutkan menyadap jaringan serat optik internet di berbagai penjuru dunia. GCHQ pun berbagi data intelijen dengan NSA.

NSA disebutkan menyadap sekitar 122 ponsel kepala negara. Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Brasil Dilma Roussef, mantan Presiden Meksiko Felipe Calderon, dan bahkan mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga merupakan salah satu korban penyadapan NSA.

 Ini mungkin operasi yang paling mengerikan yang pernah dilakukan oleh NSA. XKeyscore adalah sebuah tools software yang diciptakan NSA untuk mencari, menyelidiki, dan mengakses apapun yang pengguna lakukan dan di dunia maya. Dengan XKeyscore, NSA bisa melihat apapun yang ingin mereka lihat di internet. Banyak penyelenggara layanan berbasis internet mengamankan layanan mereka dengan menggunkan kode enkripsi. Hal ini kabarnya mempersulit NSA untuk mengumpulkan data rahasia yang mereka inginkan. Dan jalan keluar yang diambil NSA adalah hacking. NSA meretas berbagai sistem kemanan komputasi, baik milik pribadi maupun perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan data rahasia yang mereka inginkan.

 NSA disebutkan memiliki kelompok peretas khusus yang diberi kode nama Tailored Access Operations (TAO). Kelompok hacker TAO ditugasi untuk meretas seluruh komputer yang ada di dunia sesuai dengan kebutuhan NSA. Operasi PRISM diinformasikan tidak sesuai dengan ekspektasi NSA. Maka NSA pun 'main kasar' dengan meretas data center milik Google dan Yahoo. Mereka kabarnya bekerjasama dengan orang dalam perusahaan untuk melakukan aksinya ini Tak hanya komunikasi via internet yang ingin dikuasai oleh NSA. Mereka juga dikabarkan menyadap komunikasi seluler via pesan SMS. Dalam dokumen yang dibocorkan Snowden dikatakan bahwa NSA mengumpulkan sekitar lebih dari 200 ribu pesan SMS per harinya. NSA disebutkan memblokir dan menyimpan berbagai data penggilan telepon antar negara yang dicurigai dapat bekerjasama untuk mengancam keamanan AS. Salah satunya adalah data telekomunikasi yang dilakukan oleh Afghanistan dan Bahama. Operasi ini diberi kode sandi MYSTIC.

Beberapa pengakuannya adalah fakta bahwa AS memantau  warganya hingga negara lain melalui media seperti telepon, internet, hingga sosial media. sebelum ia membocorkan informasi program mata-mata rahasia NSA seperti PRISM dan perintah FISA kepada Pers, The Guardian dan The Washington Post pada bulan Juni 2013 lalu. Menurutnya program tersebut sebagai tindakan berlebihan dari pemerintah untuk memantau aktivitas warga Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat memanfaatkan data pribadi jutaan warga dan penduduk negara lain, demi keuntungan negara adikuasa itu. Tujuan mengakses metadata itu bukan hanya demi melindungi warga dan mengantisipasi serangan teroris pasca serangan 9 September, melainkan juga motif ekonomi dan kekuasaan.

 

Analisis secara Sosiologis

            Dalam menyingkap fenomena pemanfaatan metadata masyarakat global yang dilakukan Amerika tentu menjadi ruang perdebatan baru di kancah internasional. Pasalnya kejadian ini tentu sudah mengobrak abrik sebuah tatanan privat individu yang sudah semestinya menjadi konsumsi pribadi bukan untuk menjadi alat kepentingan beberapa pihak. Fenomena ini sekiranya relevan dengan konspen teori Publik Sphere and Private Sphere milik Jürgen Habermas. Habermas menjelaskan konsep ‘ruang publik’ sebagai ruang yang mandiri dan terpisah dari negara (state) dan pasar (market). Ruang publik memastikan bahwa setiap warga negara memilik akses untuk menjadi pengusung opini publik. Opini publik ini berperan untuk memengaruhi, termasuk secara informal, perilaku-perilaku yang ada dalam ‘ruang’ negara dan pasar. Habermas meratapi matinya ruang publik ini karena transisi dari kapitalisme liberal ke kapitalisme monopoli.

Dalam The Theory of Communicative Action, Habermas berargumen bahwa masyarakat modern terdiri dari ‘dunia-kehidupan’ (lifeworld) dan ‘sistem’ (system). Konsep teoretis ini mendemonstrasikan akar-akar dari ‘aksi instrumental atau strategis’ (instrumental or strategic action) dan aksi komunikatif (communicative action). Sistem, menurutnya, terdiri dari subsistem ‘uang’ dan ‘kuasa’, dan di dalam subsistem ini perilaku manusia diinstrumentalisasikan untuk mencapai tujuan subsistem-subsistem tersebut. ‘dunia-kehidupan’, di sisi lain, biasanya ‘kondusif untuk otonomi, artinya pencapaian tujuan yang dipilih sendiri, yang tidak mungkin terjadi dalam sistem’

Dengan argumen teoretis ini, Habermas juga berpendapat bahwa tujuan dari perubahan sosial adalah untuk memastikan bahwa ‘dunia-kehidupan’, atau ‘ruang publik’, ada secara mandiri terlepas dari tendensi ‘sistem’ dan subsistemnya yang menjajah. Namun nyatanya ruang gerak kita sebagai masyarakat sipil memang terbatasi dengan adanya peraturan-peraturan bagu yang ditetapkan pemerintah. Sering kali kita melakukan sesuatu yang diharuskan namun tidak diberi pengertian yang mendalam apa maksud dari tindakan keharusan tersebut.

Tokoh lain yang relevan dalam membahas fenomena ini adalah konsep masyarakat risiko dalam dunia digital saat ini. Dalam masyarakat risiko, keadaan menjadi tidak pasti, karena berbagai kemungkinan buruk dapat terjadi. Hal yang dimaksud seperti kemungkinan peristiwa dimana kecelakaan teknologi  tidak bisa diasuransikan karena implikasi-implikasi yang tak terbayangkan. Peretasan data milik pemerintah Amerika Serikat menjadi bukti nyata bahwa ternyata kejahatan digital menjadi fenomena yang tak terelakan. Goncangan kepentingan menjadi sebuah ranah kontestasi baru dalam masyarakat saat ini. Ulrich Beck, di dalam Risk Society: Towards a New Modernity (1998) menjelaskan ‘risiko’ (risk) sebagai kemungkinan-kemungkinan kerusakan fisik (termasuk mental dan sosial) yang disebabkan oleh proses teknologi dan proses-proses lainnya, seperti proses sosial, politik, komunikasi, seksual. dengan demikian, risiko mempunyai hubungan sangat erat dengan sistem, model, dan proses perubahan di dalam sebuah masyarakat (industrialisasi, modernisasi, pembangunan), yang akan menentukan tingkat risiko yang akan dihadapi oleh masyarakatnya.

 

Daftar Pustaka

Buku

Ardianto, Elvinaro.2008. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa.

Beck, Ulrich. 1992. Risk Society: Toward a new Modernity. California: Sage Publication, Ltd.

Demartoto, Argyo. 2011. Teori Masyarakat Risiko Ulrich Beck

Nasution, Robby Darwis. Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi terhadap Eksistensi Budaya Lokal dalam jurnal penelitian komunikasi dan opini publik, Vol 21 no 1.

Website

Anonymous. 2013. Edward Snowden : the whistleblower behind the NSA surveillance revelations. https://www.theguardian.com/us-news/edward-snowden diakses pada 29 Mei 2018 pukul 23.39
Sutriyanto, Eko. 2018. Perkembangan Teknologi Ubah Cara Pandang dan Berpikir http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/09/perkembangan-teknologi-ubah-cara-pandang dan-berpikir. Diakses pada 29 Mei 2018 pada pukul 21.30
http://argyo.staff.uns.ac.id/2013/03/14/teori-masyarakat-risiko-dari-ulrich-beck/ diakses pada 29 Mei 2018 pukul 23.10


Komentar